Jumat, 29 Juli 2011

Untaian Mutiara Jiwa

0 komentar


Jangan mengatakan “Bapa”, kalau sehari-hari tidak berlaku sebagai anak.

Jangan mengatakan “Kami”, kalau engkau hidup tersendiri dalam egoismu.

Jangan mengatakan “Yang Ada di Surga”, kalau hanya memikirkan hal-hal duniawi.

Jangan mengatakan “Dimuliakanlah NamaMu”, kalau tidak menghormatinya.

Jangan mengatakan “Terjadilah KehendakMu,” kalau tidak mau menerima, jika ternyata berat dan pahit.

Jangan mengatakan “Berilah Kami Rejeki Pada Hari Ini,” kalau tidak prihatin akan mereka yang lapar, orang yang buta huruf, dan tanpa harapan akan hari esok.

Jangan mengatakan “Ampunilah Kesalahan Kami,” kalau kami masih menyimpan kebencian pada saudaramu.

Jangan mengatakan “Janganlah Biarkan Kami Jatuh Dalam Pencobaan,” kalau kamu masih bermaksud berbuat dosa.

Jangan mengatakan “Bebaskanlah Kami Dari Yang Jahat,” kalau tidak berani mengambil posisin melawan kejahatan.

Jangan mengatakan “Amin,” kalau tidak menganggap serius setiap kata doamu di atas.

Semoga kita semua bisa dan mampu mengamini doa diatas...Amin


sumber : lupa judul bukunya, tpi ada dalam diary saya.

Kamis, 28 Juli 2011

" TIDAK ADA YANG TAHU "

0 komentar

Kisah Orang Tua Bijak

Pernah ada seorang tua yang hidup di desa kecil. Meskipun ia miskin, semua orang cemburu kepadanya karena ia memiliki kuda putih cantik. Bahkan raja menginginkan hartanya itu. Kuda seperti itu belum pernah dilihat orang, begitu gagah, anggun dan kuat.

Orang-orang menawarkan harga amat tinggi untuk kuda jantan itu, tetapi orang tua itu selalu menolak : "Kuda ini bukan kuda bagi saya", katanya : "Ia adalah seperti seseorang. Bagaimana kita dapat menjual seseorang. Ia adalah sahabat bukan milik. Bagaimana kita dapat menjual seorang sahabat ?" Orang itu miskin dan godaan besar. Tetapi ia tidak menjual kuda itu.

Suatu pagi ia menemukan bahwa kuda itu tidak ada di kandangnya. Seluruh desa datang menemuinya. "Orang tua bodoh", mereka mengejek dia : "Sudah kami katakan bahwa seseorang akan mencuri kudamu. Kami peringatkan bahwa kamu akan di rampok. Anda begitu miskin...

Lakukan Semuanya Dalam Kasih

0 komentar
Tetaplah teguh, di kala yang lain rapuh.
Tetaplah rendah hati, di kala yang lain angkuh.
Tetaplah sabar, di kala yang lain emosi.
Tetaplah bangkit di kala yang lain jatuh.
Tetaplah semangat di kala yang lain putus asa.
Tetaplah mencintai di kala yang lain benci.
Tetaplah mengampuni di kala yang lain menyakiti.
Lakukanlah semua pekerjaan kita dalam Kasih, dan
Semoga kita semua sehat selalu.
 Ini adalah status dari Falsafah Rohani hari ini, kawan facebookku. Jika ingin dikatakan semuanya sulit untuk dilakukan. Karena hidup kita sangat ditentukan oleh sekeliling kita. Namun, walaupun sulit bukan berarti mustahil.
Ketika kita mengandalkan Tuhan dalam kehidupan kita, maka tak ada yang mustahil bagi-Nya. Amin
 


Rabu, 27 Juli 2011

NAK, BERKACALAH DI CERMINMU SENDIRI

0 komentar

Nak, berkacalah di cerminmu sendiri. Adalah nasehat yang selalu didengungkan oleh seorang ibu kepada anak tunggalnya yang berumur 11 tahun. Ibu ini tidak mau memberi terlalu banyak nasehat, atau bahkan perintah yang kadang tidak berkasiat. Semakin banyak atribut wejangan, anak pun bisa bingung yang mana mejadi prioritas dan juga sering lupa. Memang sejak suaminya meninggal beberapa tahun yang lalu, ia satu-satunya yang bertanggung jawab akan masa depan anaknya. Suasana dan kondisi keluarga pun semakin pilu lantaran ekonomi semakin parah.

Maka ia lebih suka memberi nasehat itu tadi, “Nak, berkacalah di cerminmu sendiri.” Ibu itu juga tidak mau menerangkan apa arti ungkapan itu. Ia membiarkan anaknya sendiri yang menemukan maknanya dan ia akan mengingatnya selalu.

Benar bahwa Roy, nama anaknya, yang masih berusia 11 tahun itu sama sekali tidak mengerti artinya. Pada suatu hari, saat mereka makan malam anaknya berkeluh, “Mom, semua teman saya selalu diantar jemput, mereka suka makan di kantin. Pokoknya teman-teman saya selalu senang seperti tidak ada yang kurang”  Ibunya yang mendengar “jeritan” anaknya merasa sangat pilu, air matanya mulai mengalir namun ia menahan diri. Ia tidak mau menangis di depan anaknya. Ia harus kuat dan teguh. Ia pun mengatakan, “Nak, berkacalah di cerminmu sendiri.” Untunglah anaknya tidak bawel dan memble. Menjelang tidur, anaknya merenungkan apa arti ungkapan ibunya itu.

Setahun kemudian, anaknya kembali berkeluh kesah, “Mom, hampir semua teman-temanku  punya handphone, atau blackberry. Saat sekolah usai mereka selalau menelepon ayah mereka untuk dijemput.”  Kali ini ibunya tidak kuasa menahan air matanya namun ia cepat menyekanya, sekali lagi ia tidak ingin anaknya melihatnya sedih. Sambil memeluk anaknya ia mengatakan, “Nak, berkacalah di cerminmu sendiri. Setelah itu ibu itu bergegas ke kamar dan menangis di sana sendirian.

Akhirnya memang Roy mengerti apa arti ungkapan dari ibunya itu. “Lihatlah dirimu, keluargamu dan hidupmu sendiri. Terimalah apa adanya dan jangan terlalu banyak mengeluh apalagi menangis. Obahlah “nasibmu” dengan tekad dan perjuanganmu sehingga kamu juga akan bisa seperti mereka yang mempunyai dan memiliki”. Itulah  “butir-butir mutiara” yang terpatri di hati Roy. Semenjak itu, ia tidak mau lagi mengeluh. Kini ia selalu mengatakan, “Mom, nilai-nilaiku sangat bagus dan guru-guru selalu senang dengan saya karena pekerjaan rumah saya selalu bagus.” Kali ini pun ibunya tetap mengatakan, “Nak, berkacalah di cerminmu sendiri”. Roy mengartikannya, “Jangan cepat berpuas diri”  Akhirnya Roy adalah anak yang sangat berprestasi dan selalu mendapat beasiswa.

Saudara-I terkasih dan teman-teman sekalian. Berkacalah di cerminmu sendiri, Ini adalah nasehat bijak dalam kehidupan bagi siapa saja. Melihat diri lebih dahulu, menerima diri apa adanya dan jangan terlalu banyak mengeluh apalagi berputus asa. Tanamkanlah sikap optimis bahwa kita bisa mengobah nasib kita sendiri dengan tekad dan perjuangan. Ibu dan anaknya Roy adalah manusia biasa, miskin, tetapi mereka telah mengecap suatu Nilai Hidup yang luhur bahwa kebahagiaan dan kesuksesan adalah hak setiap insan.

by Yosafat Ivo Ofm Cap

Sabtu, 23 Juli 2011

Hanya Yesus

0 komentar

Dan ketika mereka mengangkat kepala, mereka tidak melihat seorang pun kecuali Yesus seorang diri. Matius 17;8.

Kelemahan kita dapat mengalihkan kita untuk tetap menjaga perhatian kita kepada Tuhan Yesus. Jika kita berpikir terlalu banyak tentang apa yang salah dengan kita, kita akan melupakan apa yang dapat Tuhan lakukan untuk kita. Jika kita terlalu berfokus pada kekurangan kita, kita akan sering lupa bersyukur atas apa yang kita punya.

Alkitab mengatakan untuk menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita yang akan mengalihkan perhatian kita dari Yesus.
Ibrani 12;2, mengatakan Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan, tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan Allah.

Selasa, 19 Juli 2011

Kehidupan

0 komentar

Betapa anehnya, prosesi kecil kehidupan kita ini! Anak kecil berkata, “Kalau aku sudah besar nanti.” Anak yang sudah besar berkata, “Kalau aku sudah dewasa nanti.” Dan, orang yang sudah dewasa berkata, “Kalau aku sudah menikah nanti.” Kemudian, ketika masa pensiun tiba, dia menengok kembali ke masa lalu yang sudah ditapakinya: angin dingin seakan-akan sudah menyapunya; entah bagaimana, dia sudah melewatkan semuanya, dan semuanya sudah hilang. Kita sudah terlambat untuk menyadari bahwa hidup itu ada dalam kehidupan, dalam kehidupan yang terjadi setiap hari dan setiap jam.

STEPHEN LEACOCK

Sabtu, 16 Juli 2011

Yang Terbaik

0 komentar


Sudah menjadi hal yang umum, jika ada frasa atau ungkapan ‘yang terbaik’ maka itu diartikan menjadi yang terbaik dalam pengertian lewat atau untuk mengalahkan orang lain.

Beberapa hari yang lalu saya ikut serta dan sebagian menjadi penonton dan penikmat beberapa perlombaan, hiburan, dan sebagian besar saya anggap sebagai kegembiraan. Beberapa perlombaan itu adalah sepakbola, paduan suara, dan tari poco-poco.

Ketiga perlombaan ini adalah permainan tim atau hal yang dilakukan secara bersama-sama, tentu dengan kekuatan dan kekhasan individu-individu masing-masing.

Terjadi hal-hal yang menarik di sekitar lomba-lomba ini. Ketiga lomba ini, boleh disebut agak berbeda-beda tingkat kesulitannya, dalam hubungannya dengan nilai atau penilaian tampilan.

Pertandingan sepakbola dipimpin oleh wasit, tapi hasil sangat nyata saat pertandingan yang ditampilkan para pemain. Wasit hanya memandu agar permain sesuai aturan atau agar permainan berlangsung sesuai peraturan itu. Atau wasit mengarahkan agar permainan berlangsung bukan atas keinginan satu tim.

Paduan suara, berbeda dari sepakbola, akan dinilai oleh biasanya tiga orang juri. Jadi penilaian berdasarkan pandangan para juri ini, yang tentu mungkin ada semacam panduan atau kriteria-kriteria yang sudah ditentukan. Tapi tetap saja, penilaian ini berdasarkan ‘selera’ atau persepsi para juri.

‘Selera’ atau persepsi para juri di sini menjadi menarik, karena ‘selera’ dan persepsi ini sangat banyak hal-hal yang menentukan yang membentuk persepsi mereka. Apa yang dimaksud dengan penguasaan panggung? Apa yang dimaksud dengan penghayatan lagu? Apakah lagu yang sama harus dihayati dengan cara yang sama oleh semua orang?

Apakah kalau lagunya cadas (rock) maka penyanyinya harus meloncat-loncat dan berteriak-teriak? Apakah kalau lagunya tenang dan syahdu, penyanyi tidak tepat kalau duduk atau berdiri saja, tanpa gerakan melangkah bahkah tanpa gerakan tangan yang melambai-lambai?

Selain hal yang harus ada – fairness dan integritas – maka, untuk membentuk persepsi, siapa pun membutuhkan pengetahuan. Dan untuk menilai penghayatan bagi seseorang, orang lain tidak akan bisa mengukurnya dengan tepat. Karena penghayatan adalah personal. Siapa yang bisa mengukur dengan tepat penghayatan seseorang akan sebuah lagu?

Tarian poco-poco lebih menarik diperhatikan daripada sepakbola atau paduan suara. Jika sepakbola para pemainnya bisa saling menggantikan, yang jelas, pemain di lapangan tidak melebihi jumlah maksimal yang ditentukan. Tapi paduan suara jika pesertanya berkurang, maka peserta nyanyi berkurang maka hanya mengurangi kekuatannya. Tapi jika peserta tarian poco-poco misalnya berkurang, maka berkurangnya satu atau dua orang akan ‘mengacaukan’ keseluruhan tarian. Mengapa? Karena tarian adalah satu secara keseluruhan, karena menyangkut semua urut-urutan gerak dan gaya dan pola tapi terutama menyangkut formasi posisi para penari.

Lebih daripada semua hasil dari usaha kebersamaan ini, ada yang lagi yang begitu penting yang sering terlupakan atau terabaikan: yakni mengenai apa yang diperoleh dari itu semua.

Hampir semua peserta, barangkali menginginkan juara – tepatnya juara satu. Tapi di saat bersamaan, juga lupa bahwa yang menjadi juara satu hanya satu tim. Maka sebenarnya, setiap peserta harus siap untuk menjadi juara dua bahkan tidak menjadi juara.

Yang lebih penting tadi – apa yang diperoleh dari aksi itu – adalah akan menjadi bagaimana selama dan setelah kegiatan itu daripada hasil berupa trofi atau pengumuman juara.

Ketika peluit ditiup pertanda berakhir atau ketika juri mengumumkan hasil, maka dari pengalaman, bukan hasil itu yang paling dikenang atau diingat atau menjadi pelajaran yang paling penting, tapi proses dan segala yang terjadi selama latihan atau selama perlombaan.

Ketika latihan-latihan yang berulang-ulang dan biasanya mengalami perbaikan tahap demi tahap, maka saat-saat itulah yang membentuk diri peserta. Bagaimana menjaga kata-kata ketika seorang rekan tidak sama gerakannya. Bagaimana menunggu rekan yang datang terlambat. Bagaimana mendengarkan rekan yang terkadang perkataannya, mungkin menyakitkan hati bagi rekan lainnya. Bagaimana menjaga agar keakraban tidak berhenti atau buyar saat seseorang mengundurkan diri, umpamanya.

Ketika ini terus-menerus dihayati, maka saat-saat itulah sebenarnya inti dari segala yang berbentuk kerjasama tim. Apa yang terjadi selama latihan itu sangat membentuk diri masing-masing, dan ada lagi yang sangat penting di sana: Saat-saat itulah kita mengenal rekan kita dengan lebih baik.

Kalau ini selalu menjadi penghayatan, maka setiap peserta akan dengan terbuka untuk menerima kelemahan atau kekurangan rekan. Sering diungkapkan bahwa pada untaian rantai, maka pada mata rantai yang paling lemahlah terletak batas kekuatan untaian rantai itu.

Jika mengingat ini, maka apa yang bisa diperbuat maksimal bukanlah mengalahkan atau mengungguli tim atau orang lain, tapi menampilkan atau menghasilkan yang terbaik yang bisa dilakukan. Karena bagaimana pun dalam dunia manusia ini tidak semua bisa menjadi yang tercepat, terkuat, terjauh, terbaik, kalau dibandingkan dengan yang lain. Selalu ada batas di mana seseorang tidak bisa mengungguli yang lain.  Bagaimana pun tidak bisa semua orang menciptakan rekor lari sprint jarak 100 meter. Tapi setiap orang akan bisa mencapai waktu tercepat lari 100 meter bagi masing-masing. Bagaimana pun kita semua tidak bisa mengungguli Sarah Brightman, ChloĆ« Agnew, Katherine Jenkins, Hayley Westenra atau Russell Watson, Andrea Bocelli, dalam hal merdunya suara, tapi kita semua bisa menyanyi mengeluarkan yang terbaik dari diri kita.

Jika kita sudah melakukan yang terbaik dari diri kita, maka kita pun akan bisa menerima kekuatan dan kelemahan kita, dan sekaligus juga bisa menerima dan mengapresiasi kekuatan dan kelebihan orang atau tim lain. Dan sangat mungkin, pemahaman dan penghayatan ini jauh lebih penting daripada hanya mengejar juara. Pertanyaan penting: apakah kita sudah mengeluarkan yang terbaik itu?


"Makna dari sesuatu hal tidak terdapat di dalam hal tersebut,
tetapi dalam sikap kita terhadap hal tersebut."

 ~ Antoine de Saint-Exupery, penyair Prancis


Ditulis oleh Frans Nadaek
by Setitik Embun Inspirasi on Sunday, 17 July 2011 at 07:37

Sabtu, 02 Juli 2011

Biskuit

0 komentar

Seorang temanku, yang pulang ke Afrika Selatan setelah tinggal lama di Eropa, terdampar cukup lama di Bandara Heathrow London. Setelah membeli secangkir kopi dan sebungkus kecil biskuit, dia berjalan dengan gontai, sambil menyeret kopernya yang berat, menuju sebuah meja kosong. Dia sedang membaca koran pagi ketika menyadari ada orang yang menimbulkan suara gemerisik di mejanya. Dari balik korannya, dengan tercengang dia melihat seorang pemuda berpakaian rapi mengambil biskuitnya. Temanku tidak ingin membuat onar, jadi dia mencondongkan badannya ke depan dan mengambil biskuit itu. Semenit dua menit kemudian pun berlalu. Terdengar lagi suara gemerisik. Ternyata pemuda itu mengambil satu lagi biskuit.

Ketika biskuit tinggal satu lagi, temanku itu menjadi geram, tapi tetap saja tidak berkata apa-apa. Kemudian, pemuda itu membagi dua biskuit itu, mendorong sepotong ke dekat temanku, memakan potongan biskuit yang ada padanya lalu pergi.

Beberapa waktu kemudian, ketika pengeras suara menyerukan agar temanku datang untuk menunjukkan tiket pesawatnya, temanku itu masih geram. Bayangkan rasa malunya ketika dia membuka tasnya dan menemukan bungkusan biskuit ada di dalam tas. Ternyata tadi itu dialah yang memakan biskuit itu.

Dan P. Greyling