Di sebuah ruang
pengadilan, seorang pemuda duduk di kursi terdakwa. Ia didakwa membunuh teman
sebayanya. Sebelum hakim membaca keputusan, ia bertanya kepada ayah anak yang
menjadi korban, “Pemuda ini terbukti bersalah membunuh putra Anda. Menurut Anda
hukuman apa yang setimpal untuknya? Bapak tua itu menjawab,”Pak hakim anak saya
telah meninggal. Hukuman apapun tidak akan mengembalikan hidupnya. Saya sangat
mengasihinya, dan sekarang tidak punya siapa-siapa untuk saya kasihi. Tolong kirimkan
terdakwa ke rumah saya, untuk menjadi anak saya.”
Mengucapkan kata maaf
memang mudah, tetapi siapa yang mengetahui benarkah maaf itu adalah yang
sebenar-benarnya dari lubuk hati yang terdalam. Bilamana ada orang lain yang
menyakiti kita, baik secara batin maupun secara fisik, apa reaksi kita, Apakah
ingin menghukumnya? Mencoba untuk membuatnya merasakan penderitaan yang kita
rasakan, bahkan kalau bisa lebih menderita? Memaafkan memang bukan perkara
semudah membalik telapak tangan. Perlu kerendahan hati dan kasih yang tulus
untuk melakukannya.
Kita harus menyadari
bahwa ibarat orang berhutang, kita lebih punya banyak berhutang kepada Tuhan,
daripada orang lain kepada kita. Dosa kita terlalu banyak, dan telah lunas oleh
kasih Kristus. Jadi, kalau hutang kita yang segitu banyaknya sudah Tuhan bayar
lunas, mengapa kita masih harus terus menuntut orang lain “membayar” hutangnya
kepada kita? Selain itu menyimpan dendam dan kebencian dalam hati hanya akan
menimbulkan ketidaksejahteraan. Hanya menambah beban. Dengan memaafkan
sebenarnya kita sedang berbuat baik kepada diri kita sendiri. Ingatlah bahwa
perintah yang Tuhan berikan kepada kita adalah untuk kebaikan kita, termasuk perintah
untuk mengampuni sesama kita. Menyimpan dendam ibarat membawa sekarung kentang
busuk di punggung kita dan membawanya kemanapun kita pergi. Siapakah yang
paling dirugikan? Tentu saja diri kita sendiri. Kita yang menghirup aroma
busuknya, kita juga yang menanggung beban beratnya—setiap saat! Hari ini,
ambillah keputusan untuk mengampuni dan bebaskanlah diri Anda sendiri.
Spirit For Women.
0 komentar:
Posting Komentar