Sabtu, 07 Juli 2012

Pikiran Yang Melayang-Layang


Kecemasan bukan hanya siksaan yang kita minta supaya diredakan Allah, melainkan juga kelemahan yang kita minta supaya Dia ampuni---karena Dia telah meminta kita untuk tidak mengkhawatirkan hari esok.
Banyak dari kekhwatiran kita bersumber dari kecenderungan kita untuk melebih-lebihkan kemungkinan terjadinya peristiwa yang membahayakan dan membesar-besarkan kemungkinan akibat buruknya. Saat membayangkan masa depan, imajinasi kita berkembang menjadi liar. 

Cara terbaik untuk mengatasi pemborosan energi mental dan emosi ini adalah hidup dengan menjalani saat ini, sekarang ini. Bukan apa yang akan kita jalani esok, minggu depan, apalagi bulan depan melainkan saat ini disini. Memang lebih mudah mengatakan daripada menjalaninya. Pikiran manusia sering melayang-layang, terutama jika kita tidak terkonsentrasi pada sesuatu yang merangsang pikiran.


Karena berjauhan komunikasi kami adalah melalu ponsel, inbox fb atau chating via ym. Suami saya selalu menelepon sekitar pukul 7 malam atau hanya sekedar mengirimkan sms. Hapenya tak pernah off, selalu ada pesan “Ma, batrenya low jadi mungkin akan off beberapa jam ke depan.”

Sore itu sepulang dari kampus, saya mengirimkan short message. Setelah dua jam saya tersadar, sms-nya belum dibalas yah tadi. Sudah pukul 6.30 (rasa khawatir menyelinap). Laporannya pending. Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, pukul 7.00. Bagaimana kalau ada apa-apa dengannya di jalan, bagaimana kalau ia terjatuh dari tebing ketika sedang mengambil gambar dan ia sendirian tak ada siapapun, bagaimana kalau, bagaimana kalau……? Pikiran saya menjadi liar dalam hitungan detik. Detak jantung seperti akan berhenti, saya sangat takut. Saya mulai menangis, terisak tertahan karena takut dilihat oleh anak laki-laki saya.  Tapi rupanya sembari menonton film dan bermain game dia memperhatikan saya. Dia datang mendekati dan bertanya : “Mama, kenapa…? Mama pikir papa kah?”
“Pikiran yang melayang-layang ke masa depan atau masa lalu adalah lahan yang subur bagi tumbuhnya kekhawtiran dan kecemasan.”

“Iya”, jawab saya. Dan dia berkata lagi : "Mama, jangan cemas papa tidak apa-apa, mungkin papa lagi sibuk kerjaannya banyak, ada satu dua tiga empat, jadi pusing, tidak punya waktu untuk telp.kita. atau papa sedang jalan-jalan dengan teman2nya. mama jangan sedih, Papa baik-baik saja.."

Saya ingin memprotes dengan banyak “tapi”  untuk memastikan bahwa pantas saya merasa khawatir. Ah tapi dia hanyalah anak-anak. Jangan merumitkan pikirannya dengan kekhawatiran saya yang tak jelas. Saya mencoba berpikir seperti dia berpikir, tidak ada kecemasan disana. Kemudian saya berusaha melawan kecemasan, bangkit membersihkan kamar dan makan malam.

Anak-anak begitu menikmati masa sekarangnya, saat ini, waktu-waktu dengen mainan mereka, apa yang ada di hadapan mereka, tanpa pernah mengkhawatirkan satu detik yang akan datang. Mereka hidup di saat ini sekarang ini, dan saya belajar dari anak berusia 6 tahun malam itu. Puji Tuhan.

Setengah jam kemudian jam 10.00 tepatnya. Hp saya berdering, saya mengangkatnya dengan berseru : “Puji Tuhan!” Suami saya diseberang sana berkata : “Mama, maaf sudah buat mama khawatir pasti. Papa tadi ke luar kota, tidak ada sinyal disana.” Tidak penting lagi penjelasan itu, mendengar suaranya dan suami saya baik-baik saja. Puji Tuhan. Ketakutan saya tidak menjadi kenyataan, 

Semua emosi yang terpendam dalam diri saya adalah semata-mata karena pikiran saya yang terlalu ke depan dan tidak terkendali. ketika mencoba berpikir sebagaimana anak saya berpikir, saya bisa menikmati makan malam dan membersihkan kamar saya dan bermain bersamanya.

Saat kita membayangkan kesusahan masa depan atau mengungkit masalah yang pernah kita alami, kita tidak akan maju tapi hanya berputar-putar  pada satu titik dalam hidup kita. Kestabilan dan ketenangan pikiran timbul bila menghidupi saat ini.

FOKUS pada saat ini. Bukan hal yang mudah, tapi bisa dilakukan jika dilatih terus menerus, dan saya masih terus mengusahakannya setiap saat. Jika dipikirkan semua kekhawtiran saya selama ini hanyalah khayalan. Yang semula saya kira badai besar di langit barangkali hanyalah debu di bulu mata. Dan semoga ketika menghadapinya lagi lebih baik saya mengerjapkan mata untuk mengusir debu itu dan kembali terpusat pada saat ini, disini.
"Curahkan seluruh perhatianmu pada apa yang dikerjakan Allah saat ini, dan janganlah memikirkan apa yang mungkin atau tidak akan terjadi esok, Allah akan menolongmu mengatasi hal-hal sulit bila saatnya tiba nanti" the message.
“Kecemasan tidak akan menghilangkan kesusahan masa yang akan datang tetapi justru hanya akan menghabiskan kekuatan kita hari ini.” Charles Spurgeon.
Refleksi pagi hari. 

0 komentar:

Posting Komentar