Kamis, 10 Februari 2011

DIAM SAJA

“Aku benci dia, suka mati buat orang sakit hati.” Salah satu status yang ada di facebook. Membuat saya berpikir, benarkah kita harus menyalahkan orang lain atas apa yang kita rasakan? Ketika ditinggalkan kekasih, ketika dikhianati sahabat. Sakit memang rasa hati kita, seperti ditusuk-tusuk belati, alat pernafasan kita tertatih-tatih bekerja, yang membuat dada kita menjadi sesak, rasanya seperti ingin memukul orang yang bersangkutan, mencacinya dan tak jarang, akan berlanjut ke perkelahian.


Mungkin mereka bersalah kepada kita. Kita telah ditipu, difitnah dan apa saja itu. Tapi jangan biarkan semua persoalan dan rasa itu mengekang otak dan pikiran untuk terus menerus dikuasai amarah. Karena akan menyebabkan kegagalan pikiran, kelumpuhan masa depan, bertumbuh suburnya pikiran-pikiran negatif, dan perubahan karakter.
Semua kita pernah mengalami hal sama, tapi tidak semua dari kita menghadapi persoalan dan rasa yang sama, dengan cara yang sama. Bagi mereka yang bijak, rasa dikhianati, ditipu, difitnah, adalah ujian bagi hati mereka. Mereka percaya bahwa semua rasa itu hanya bersifat sementara, pada akhirnya akan berlalu. Dan mereka menang akan perasaan itu. Mereka tidak menyalahkan orang lain atas apa yang mereka rasakan. Pikiran dan perasaan itu ada di dalam tubuh kita, hati kita. Lalu, apakah orang lain mengendalikannya? Tidak! Kitalah yang mengendalikannya sendiri. Seburuk keadaan apapun di luar diri kita, jangan biarkan pelita cinta hati kita mati tertiup badai amarah. Sinarnya akan redup, tapi jangan biarkan mati. Terangkanlah kembali dengan api pengampunan, maaf dan cinta kasih.
Aku dulu selalu menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi dalam hidupku. Tiga tahun otak saya dikekang oleh rasa bersalah, marah, dendam, benci. Menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi dalam hidup saya. Masa depan saya lumpuh, pikiran saya gagal, dan ilalang negatif tumbuh subur di kepala saya. Selalu berpikir bahwa begitu menyedihkan kehidupan saya, dan seperti itulah yang terjadi, menyedihkan. Saya menarik apa yang saya pikirkan kedalam kehidupan saya.
Waktu dan keadaanlah yang telah menyadarkan saya. Tersadar dalam kesadaran : saya tak dapat mengembalikan waktu, dan melihat kehidupan dia yang menurut pikiran saya penyebab semua rasa susah, sedih, marah, kecewa dalam hati saya itu, seperti hidup tanpa beban. Lalu apakah ada gunanya semua rasa yang selama ini bercokol dalam pikiran saya. Bullshit......!!! Tak ada yang berguna.
Saya tersadar dalam keadaan yang berbeda : telah menjadi seorang ibu dan istri bagi seseorang. Sepertinya keadaan itulah yang telah mengusir pergi rasa-rasa tak berguna. Kekuatan hati seorang suami dengan pikirannya yang praktis dan iman yang terus mengatakan bahwa apapun itu baik atau buruk, akan selalu berakhir baik.
Kini semua rasa negatif memudar perlahan. Hidup saya mulai normal, menikmati benar peran seorang ibu, dan juga istri. Memiliki kembali impian dan cita-cita. Saya bisa mentertawakan kekonyolan-kekonyolan yang saya buat di masa lalu. Dan sungguh tak ingin saya ulangi semua kekonyolan itu.
Hati saya lebih damai saat ini, rasanya dipenuhi cinta. Bagaimanakah saya melukiskannya? Tak terungkapkan dengan kata-kata....
Hidup saya berubah ketika, saya memutuskan untuk menyerahkan seluruh hidup saya buat Tuhan. Seluruh luka masa lalu saya telah disembuhkanNya. Manusia baru saat ini.
Jadi adikku sayang yang punya status : “Aku benci dia, suka mati buat orang sakit hati.” Jangan biarkan dirimu terus berada dalam rasa benci yah. Kalau sakit hati, jangan mencaci maki orang, jagalah hati dan pikiranmu tetap bersih. Jika terlanjur melakukannya karena amarah tak terkontrol. Tarik napas, dan diamkan diri sejenak. Diam saja. Jika dirimu bertahan dalam diam yang hanya lima menit, menjadi 10 menit, 15 menit, 40 menit, satu jam, 5 jam dan jadi sehari hingga hilang sama sekali maka dirimulah pemenangnya. Inilah yang saya lakukan ketika diliputi amarah. Dan dalam diam itu, alihkan pikiran, mungkin dia yang buat kita sakit hati punya alasan kenapa melakukan hal itu.

0 komentar:

Posting Komentar