Sabtu, 05 Februari 2011

Hanya Dia, bukan Dia, Dia atau Dia

Siang itu sesosok bayangan muncul dihadapanku, bayangan dari masa lalu, bertemu kembali setelah sekian lama tak bertemu. Lamunanku terus mengembara dalam sepersekian detik dan menit. Entah rasa apa yang t’lah menyelinap. Dalam kesepian akan sosok lelaki yang jauh saat ini, dalam kehausan akan sentuhan , kurasakan hangat pipi dan getaran halus dalam hatiku.
Satu kata indah, dan hatiku ingin terbang bersama semua lamunan. Semakin terbawa suasana, semakin gundah dan gelisah hati dan diriku. Imajinasi dan fantasi liar, kehangatan rasa, detak jantung berderap tanpa arah tak beraturan meyelinap mengisi ruang kosong dalam tubuhku.


Nafasku memburu dalam gairah semu, dalam pelukan masa lalu, mencoba merangkai setiap kenangan yang telah mengalami pembakaran sempurna, menjadi abu terbakar api waktu. Merangkai abu, mampukah aku...? Abu akan tetap menjadi abu, adakah bentuk lain yang bisa terbentuk dari abu...? mustahil...
Aku bertanya-tanya apakah arti semua ini...?

Untuk apakah pertemuan ini? Dan mengapa ketika aku sedang tak bersama pasangan, pada aku merasa begitu tak terganggu dengan kesendirian, pada saat aku telah mendeklarasikan bahwa aku begitu mencintai suamiku? Apakah maksud semua ini? Memaksa jawaban untuk semua pertanyaan itu, semakin memusingkan aku. Urat-urat syarafku semakin keras dan kaku,orgasme dan membeku dalam muaian panas akibat tegangan tinggi arus pikiran. Elastis atau plastiskah syarafku....?. Thanks God, it’s elastic.
Perlahan mereka syaraf-syarafku, mengendur, mencair dalam pembekuan pikiran akibat rendahnya arus pikiran yang kini ngos-ngosan, kehabisan nafas, setelah bekerja keras selama beberapa hari. Diantara kedua proses itu, diantara padat dan cair, ketika aku tak berusaha menemukan jawabannya, ketika aku diam dalam kenyataan itulah aku mulai mengerti.
Bahwa pertemuan kembali dengan mereka-mereka yang pernah hadir di masa lalu. Kekuatan tak terlihat, Dialah yang telah mencerai-beraikan hubungan-hubungan baik di masa lalu, meninggalkan jejak pertanyaan tak berjawaban. Dan dengan kuasaNya juga mempertemukan kembali masa lalu di masa kini, dalam kekusutan benang-benang syaraf, ada jawaban itu.
Mengapa dia, dia, dan dia tak menjadi pasangan hidupku? Imajinasiku mengatakan bahwa harusnya dia, dia, atau dia? Hatiku tergoda, hampir menyetujui imajinasiku. Namun, ada sesuatu yang mengingkarinya. Bayangan dia, hanya dia dan hanya dia. Hanya dia yang sedang berusaha ditendang oleh imajinasiku terus berdiam diri di dalam hatiku, dengan cinta yang sesungguhnya, cinta yang mencintaiku apa adanya, cinta yang tak pernah menuntutku harus begini, atau harus begitu. Cinta yang tak pernah memaksakan kehendaknya, cinta yang selalu mengajarkan aku kesederhanaan, cinta yang selalu mengajarkan arti memberi dengan tulus, dan HANYA DIALAH cinta yang diberikan oleh Tuhan dalam hidupku.
HANYA DIA, HANYA DIA, suamiku. Suamiku yang sederhana, yang tidak kekar, tapi selalu menyediakan kehangatan, kedamaian setiap kuterhimpit beban. Suami yang tak pernah sanggup melihatku kesakitan, melihatku menangis. Suami yang jarang mengungkapkan kata sayang padaku, namun terungkap dalam sikap dan perbuatannya. Suami yang tak pernah cemburu, suami yang tak pernah membatasi pergaulanku, suami yang membalasnya dengan tawa ketika aku katakan bahwa ada lelaki lain yang menyukaiku, tawa yang menjagaku dalam kebebasan untuk selalu berada di jalan yang benar.:)
Aku tak perlu membandingkan keberadaan HANYA DIA yang “telah dan kini” hadir, dengan Dia yang “pernah dan sedang” hadir. Haruskah? Tidak adil bagi HANYA DIA bukan?. Namun untuk semua yang sedang hadir, yang sedang menari-nari di depan pelupuk mataku, terima kasih karena sudah menyajikan tarian kebijakan kepadaku, terima kasih karena pada akhirnya aku semakin dikuatkan.....
HANYA DIA yang paling tepat buatku, Suamiku. Jika kita tak bisa menjadi pasangan hidup kini, aku percaya alasannya adalah : “Tuhanlah yang paling mengerti aku sedalam-dalamnya, karena itu HANYA DIAlah yang Tuhan berikan kepadaku dan bukan dia, dia, atau dia.” Terima kasih Tuhan.....
Dan Tuhan menghadirkan dia, dia dan dia, padaku saat ini. Untuk menguji kesetiaanku akan deklarasi cintaku kepada HANYA DIA, Suamiku.

0 komentar:

Posting Komentar